Kedewasaan
Kedewasaan adalah konsep yang kompleks dan seringkali sulit untuk diartikan secara pasti karena mencakup berbagai aspek rohani, psikologis, emosional, dan sosial. Salah satu ciri utama orang dewasa adalah kemauan dan kemampuan untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan dan konsekuensinya.
Kedewasaan tidak selalu berhubungan dengan faktor usia, status sosial, kekayaan, penampilan, atau popularitas di media sosial. Sebaliknya, kedewasaan terlihat dari cara seseorang memberikan respon dan menangani situasi yang mereka hadapi, menunjukkan kebijaksanaan dan kedalaman karakter.
Victor Frankl, seorang psikiater Austria dan penulis buku berpengaruh “Man’s Search for Meaning,” adalah contoh luar biasa dari kedewasaan ini. Selama Perang Dunia II, Frankl ditahan di kamp konsentrasi Nazi, tempat dia mengalami penyiksaan dan kehilangan yang tak terbayangkan, termasuk kematian anggota keluarganya.
Namun, melalui semua penderitaannya, Frankl mempertahankan integritas dan kemanusiaannya, terbukti dari kata-katanya, “No one can make me hate them” (Tidak ada seorang pun yang bisa membuat saya membenci mereka). Keputusannya untuk tidak membenci penyerangnya dan mengambil tanggung jawab atas respon emosionalnya menunjukkan kedewasaan yang mendalam.
Justru di dalam penderitaan, Tuhan menuntun Frankl mengembangkan suatu teori psikologi yang membantu banyak orang di kemudian hari, teori itu bernama logoterapi. Teori ini menunjukkan bahwa kedewasaan tidak hanya tentang bertahan, tetapi juga tentang mengubah penderitaan menjadi peluang untuk pertumbuhan dan pemahaman yang lebih mendalam.
Kedewasaan memerlukan kemampuan melihat ke dalam dirinya, menemukan makna dan tujuan yang lebih besar dalam situasi sulit, serta menghadapi tantangan hidup dengan keberanian, integritas, dan harapan pada pertumbuhan dan perubahan pribadi yang berkelanjutan.
Bertanggungjawab: Apa itu?
Secara sederhana, bertanggung jawab berarti mempertanggungjawabkan apa yang kita katakan dan lakukan, baik itu benar atau salah. Dalam bahasa Inggris, kata “bertanggung jawab” diterjemahkan sebagai “responsible” atau “able to respond.” Alkitab, dalam Galatia 6:5, menyatakan, “Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggung jawabnya sendiri.”
Setiap orang, setiap hari, suka atau tidak, akan selalu dihadapkan pada tanggung jawab.
Bukan soal benar atau salah tetapi respon
(able to respond = responsibility)
Kemampuan bertanggung jawab setiap kita tidak otomatis ada sejak kita lahir. Ini adalah sebuah proses seumur hidup; semakin kita mau belajar untuk mengambil tanggung jawab, semakin baik kemampuan bertanggung jawab kita.
Orang yang mampu bertanggung jawab dengan baik adalah orang yang mau belajar mengendalikan pikiran (thinking), perasaan (feeling), perkataan (saying), dan perbuatannya (doing). Ini adalah empat kuasa yang diberikan Tuhan dalam hidupnya. Jika dia mau dan mampu mengendalikan empat kuasa ini maka orang itu dapat menikmati kepemilikan (self-ownership) dalam dirinya.
Eleanor Roosevelt pernah berkata, “You must take responsibility for your life. No one can do it for you.” (“Anda harus bertanggung jawab atas hidup Anda sendiri. Tidak ada orang lain yang bisa melakukannya untuk Anda.”)
Bertanggung Jawab: “Responsible for” dan “Responsible to
Kata “tanggung jawab” dalam bahasa Inggris dijelaskan dengan dua istilah: “responsible for” dan “responsible to”.
“Responsible for” merujuk pada tanggung jawab atas diri sendiri, sedangkan “responsible to” menunjukkan tanggung jawab kepada orang lain, yang mencerminkan sebuah hubungan.
Sebagai contoh, dalam konteks pekerjaan, kita bertanggung jawab kepada (responsible to) pemimpin kita, namun keberhasilan pekerjaan kita adalah tanggung jawab (responsible for) diri kita sendiri.
Dalam pernikahan, kita punya tanggung jawab (responsible to) kepada pasangan kita untuk bersikap baik dan benar sehingga memberikan rasa bahagia kepada pasangan kita. Namun, kebahagiaan (happiness) adalah tanggung jawab (responsible for) setiap kita masing-masing.
Dalam komunitas di gereja, setiap kita bertanggung jawab (responsible to) untuk memberi semangat kepada kawan-kawan yang mengalami kesulitan. Kita melakukan ini dengan sepenuh hati dan kemampuan, juga berdoa untuk teman kita tersebut. Namun, yang memutuskan untuk tetap semangat adalah tanggung jawab (responsible for) kita masing-masing.
Malam sebelum penyaliban, Tuhan Yesus berada di taman Getsemani. Dia begitu tertekan, lalu berkata kepada mereka: “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah.” (Markus 14:34 TB) Tekanan yang begitu kuat tidak membuat Tuhan Yesus lari dari tanggung jawab, apalagi melempar tanggung jawab. Dia menerima tanggung jawab (responsibility for) dan melewati prosesnya.
Markus 14:35-36 (TB) mencatat: "Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya. Kata-Nya: 'Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.'"
Tuhan Yesus mengambil tanggung jawab (responsible for) menjalani semua proses penyalibanNya.
Banyak yang tidak memahami perbedaan antara “responsible for” dan “responsible to” dengan baik. Akibatnya, banyak yang akhirnya mengambil tanggung jawab orang lain dan membawa beban yang seharusnya bukan miliknya. Ada juga yang lebih senang melempar tanggung jawab yang seharusnya diambil dan memberikannya kepada orang lain. Tindakan ini adalah tindakan tidak bertanggung jawab atau “irresponsible”.
Makna Tanggung Jawab Sejati
Seseorang yang mampu mengambil tanggung jawab dengan baik dan benar memiliki intention (tujuan) dan attention (perhatian) yang memberdayakan.Intention yang jelas dan kuat memberikan arah dan motivasi yang nyata, sementara attention yang penuh membantu seseorang fokus dan hadir dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Namun, ada juga orang yang menerima tanggung jawab namun tidak sepenuhnya berkomitmen. Mereka mungkin menjalankan tugas mereka dengan intention yang tidak memberdayakan atau tanpa makna yang mendalam. Orang seperti ini mungkin merasa terpaksa, mengutuk orang lain, atau mengeluh tentang tanggung jawab yang mereka ambil. Mereka tidak benar-benar mengambil tanggung jawab sepenuhnya, dan akibatnya, mereka sering kali menjadi korban dari situasi mereka sendiri.
Perbedaan utama di sini adalah bahwa orang yang bertanggung jawab dengan penuh intention dan attention tidak hanya menyelesaikan tugas, tetapi melakukannya dengan kesadaran penuh akan makna dan dampak dari tindakan mereka. Mereka merasa diberdayakan dan memiliki kendali atas tanggung jawab yang mereka ambil, sementara orang yang tidak sepenuhnya bertanggung jawab cenderung merasa terbebani dan tidak berdaya, yang membuat mereka merasa seperti korban dalam situasi mereka sendiri.
Kolose 3 :23 - 24 "Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya."
Saat kita melakukan tanggung jawab kita, intentionnya adalah untuk Tuhan. Your intention will drive your attention, sehingga kita akan hadir penuh, fokus dalam melakukan pekerjaan kita.
Energy flows where attention goes directed by intention
Roh Jiwa dan Tubuh
1 Tesalonika 5:23 berbunyi, "Semoga Allah damai sejahtera sendiri menguduskan kamu seluruhnya, dan semoga roh, jiwa, dan tubuhmu terpelihara dengan tak bercela pada kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus."
Kita tidak bisa melihat roh, jiwa, dan tubuh sebagai bagian yang terpisah. Roh, jiwa, dan tubuh kita adalah suatu sistem yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Jika satu bagian mengalami ketidakseimbangan atau kerusakan, maka akan mempengaruhi seluruhnya.
Roh, jiwa, dan tubuh adalah satu kesatuan yang holistik dan sangat penting. Tuhan menghendaki kita bukan hanya memiliki roh, jiwa, dan tubuh, tetapi juga agar semuanya terpelihara dengan sempurna tanpa cacat dan cela. Ini berarti kita perlu bertanggung jawab untuk menjaga ketiganya.
Kata “semoga” ditulis dengan maksud agar kita melakukan bagian kita, yaitu dengan melakukan tanggung jawab menjaga sumber-sumber ilahi yang sudah diberikan Tuhan dengan cara yang baik dan benar.
Responsible for your spirit
Roma 8:15 (TB) menyatakan, "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang menimbulkan ketakutan lagi, tetapi kamu menerima roh yang menjadikan kamu anak, olehnya kita berseru: 'Abba, ya Bapa!'"
Tuhan merindukan kita memiliki roh anak (the spirit of sonship) agar kita bisa menikmati berkat-berkat Tuhan secara maksimal. Hanya seorang anak yang layak menerima warisan dari bapanya, dan anak bisa mengakses semua kepunyaan bapanya dengan mudah. Tidak demikian dengan seorang budak; mana ada budak yang bisa menerima warisan?
Yang memberikan status kita sebagai seorang anak adalah Tuhan, namun tugas kitalah menghidupinya.
Kitalah yang bertanggung jawab menjaga status anak itu tetap ada dalam hidup kita. Itu sebabnya setiap hari kita perlu hidup penuh dengan disiplin dalam menjaga dan mengembangkan status kita sebagai anak Tuhan agar desain Tuhan dalam hidup kita itu terjadi maksimal.
Bicara tentang keselamatan, Alkitab berkata:
Roma 10 : 9 "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan."
Walau Roh Allah yang menjamah hati kita untuk percaya kepadaNya, bagian kita adalah mengaku dengan mulut kita dan percaya sebagai tanda respon kita akan hal itu.
Tidak selesai sampai disitu kita juga perlu menjaga keselamatan kita seperti yang ditegaskan dalam Filipi 2:12b-13 (TB), yang berbunyi, "Bekerjalah untuk keselamatanmu dengan takut dan gentar, sebab Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya."
Kata “bekerjalah dengan takut dan gentar” adalah sebuah tanggung jawab. Kitalah yang bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan kita. Ibaratnya, jika kita sudah memiliki tiket untuk masuk ke suatu tempat (misalnya bioskop, wahana, atau apapun), kitalah yang bertanggung jawab menjaga tiket itu tetap ada di tangan kita dan dapat kita tunjukkan saat kita masuk.
Salvation is a ticket given by grace, but it must be kept secure by our commitment
Kita tidak bisa melempar tanggung jawab atas iman kita kepada orang lain. Kita juga tidak bisa meminjam iman orang lain agar kita bisa terus “fit” dalam menjaga keselamatan kita. Kita juga tidak bisa mengandalkan orang lain untuk berdoa kepada kita atau terus menerus datang kepadanya untuk mengurapi kita. What nonsense!
Kitalah yang perlu mengerjakannya dengan rajin setiap sumber yang Tuhan berikan termasuk keselamatan kita. Jika ada yang berkata bahwa sekali selamat tetap selamat dan kita bisa hidup seenak-enaknya, itu adalah suatu kebodohan, sebab kita sedang mempermainkan Sang Khalik yang memiliki nyawa kehidupan kita.
Ada begitu banyak hal yang bisa dilakukan dalam mengembangkan disiplin rohani, seperti:
- Membaca dan Merenungkan Alkitab: Catat apa yang didapat, kembangkan dalam tulisan, dan buatlah rencana untuk menghidupinya
- Berdoa: Lakukan saat teduh pribadi atau ucapkan syukur dalam segala situasi, dimanapun berada. Kita juga bisa menambahkannya saat kita mengerjakan yang lain, saat sedang berolahraga, bekerja dll.
- Mengembangkan Kualitas Berpuasa: Tingkatkan komitmen dan pemahaman tentang pentingnya berpuasa dalam kehidupan rohani.
- Terlibat Aktif dalam Komunitas Orang Percaya: Jangan sekadar menjadi pengunjung, tetapi berpartisipasilah secara aktif. Tanyakan pada diri sendiri, “Bagaimana saya bisa membantu?”
- Masuk dalam Pelayanan: Ada begitu banyak jenis pelayanan. Layani dengan hati, penuh gairah, dan kekuatan.
Salvation is free, but discipleship will cost you your life.
Dietrich Bonhoeffer
Responsible for your body
Tubuh kita adalah kendaraan bagi Allah untuk melaksanakan misi-Nya di dunia ini melalui kita. Meskipun kita mungkin memiliki roh yang diurapi, karakter yang tajam, dan keterampilan yang hebat, jika tubuh kita mudah sakit atau mengalami kerusakan sebelum waktunya, maka kemampuan kita untuk menjalankan misi tersebut sangat terbatas.
Betapa menyedihkannya jika potensi besar kita terhambat oleh kesehatan yang buruk. Oleh karena itu, menjaga kesehatan fisik bukan hanya tanggung jawab kita, tetapi juga panggilan spiritual kita. Inilah langkah-langkah yang dapat kita ambil untuk menjaga tubuh kita tetap dalam kondisi optimal:
- Konsumsi Makanan dan Minuman yang Sehat: Pilihlah makanan yang seimbang dengan nutrisi yang cukup untuk mendukung kesehatan tubuh dan pikiran. Makanlah dengan kesadaran bahwa setiap suap adalah bentuk penghormatan terhadap tubuh sebagai bait Allah.
- Lakukan Olahraga Secara Rutin: Aktivitas fisik yang teratur bukan hanya menjaga kebugaran, tetapi juga memperkuat otot dan tulang serta meningkatkan kesehatan jantung. Jadikan olahraga sebagai bentuk ibadah, menunjukkan disiplin dan dedikasi kepada Sang Pencipta.
- Istirahat yang Cukup dan Tidur yang Berkualitas: Tidur yang baik adalah kunci untuk pemulihan tubuh dan pikiran. Ingatlah bahwa bahkan Tuhan pun memberi contoh istirahat setelah penciptaan. Tidurlah dengan keyakinan bahwa Anda sedang mempersiapkan diri untuk melayani dengan lebih baik keesokan harinya.
- Hindari Kebiasaan Buruk: Kebiasaan seperti merokok atau konsumsi alkohol berlebihan adalah bentuk pengkhianatan terhadap anugerah kesehatan yang telah diberikan Tuhan. Hindarilah kebiasaan ini sebagai wujud syukur dan tanggung jawab kita.
- Lakukan Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur: Pemeriksaan kesehatan rutin membantu mendeteksi masalah kesehatan sejak dini, sehingga dapat diatasi sebelum menjadi serius. Jadikan ini sebagai langkah proaktif dalam menjaga tubuh yang telah dipercayakan Tuhan kepada kita.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita tidak hanya menjaga kesehatan fisik kita, tetapi juga meningkatkan kemampuan kita untuk berfungsi sebagai alat Allah dalam menjalankan misi-Nya di dunia. Setiap tindakan menjaga kesehatan adalah tindakan memuliakan Tuhan.
1 Korintus 6:19-20 menyatakan, "Tidakkah kamu tahu bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milikmu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan dibayar mahal. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu."
Thomas Carlyle pernah berkata, He who has health, has hope; and he who has hope, has everything. (“Siapa yang memiliki kesehatan, memiliki harapan; dan siapa yang memiliki harapan, memiliki segalanya.”)
Mari kita ingat bahwa menjaga tubuh kita dalam kondisi optimal adalah wujud tanggung jawab kita kepada Allah dan sesama. Dengan tubuh yang sehat, kita dapat menjalankan misi Allah dengan penuh kekuatan dan semangat, serta memberikan kemuliaan kepada-Nya melalui kesehatan dan keberadaan kita.
Responsible for your heart
Amsal 4:23 (TB): "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan."
Kata “hati” berasal dari kata Ibrani “לֵב” (lev) atau “לֵבָב” (levav). Dalam konteks Alkitab Ibrani, “hati” sering kali tidak hanya merujuk pada organ fisik tetapi juga mencakup pikiran, kehendak, emosi, dan pusat dari keberadaan manusia. Ini adalah tempat di mana keputusan moral dan spiritual dibuat, serta tempat di mana perasaan dan pikiran mendalam berada.
Dalam ilmu psikologi, ada istilah “fungsi eksekutif” yang merujuk kepada proses pengendalian diri, perencanaan, pengambilan keputusan, fokus perhatian, dan pengelolaan perilaku yang kompleks. Semua ini diatur oleh bagian otak yang disebut Prefrontal Cortex (PFC).
Secara sederhana, kata hati dalam Alkitab dapat dibagi menjadi empat aspek: pikiran (thinking), perasaan (feeling), perkataan (saying), dan perbuatan (doing). Ini adalah empat sumber kuasa yang Tuhan berikan kepada manusia. Itu sebabnya Amsal 4:23 mengatakan kita perlu menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan.
Your mind
Pikiran adalah salah satu aspek penting dari “hati” yang mempengaruhi cara kita melihat dunia, membuat keputusan, dan berinteraksi dengan orang lain. Menjaga pikiran kita berarti bertanggung jawab untuk:
- Mengisi Pikiran dengan Hal-Hal yang Benar: Filipi 4:8 (TB) mengatakan, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.”
Mengarahkan pikiran kita kepada hal hal yang mengandung kebenaran (bukan sekedar positif) dimulai dari apa yang kita lihat, baca, dan dengar. Semua ini akan membantu kita menjaga kesehatan mental dan spiritual.
- Memperbarui Pikiran: Roma 12:2 (TB) mengingatkan kita, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Pembaruan pikiran adalah sebuah proses yang terus menerus seumur hidup kita. Pembaruan pikiran adalah berani berubah ke arah yang lebih baik, ini berarti kita siap “memeluk” ketidaknyamanan. Semua ini adalah proses untuk memahami dan menjalankan kehendak Tuhan dalam hidup kita.
- Menawan pikiran : 2 Korintus 10:5 (TB) menyatakan, “Kami mematahkan setiap siasat orang dan merobohkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus.”
Setiap hari selalu ada hal-hal yang akan mempengaruhi kita. Semua informasi yang kita terima melalui panca indera kita bisa kita percayai atau tidak, semuanya sangat bergantung pada bagaimana kita menawan pikiran yang tidak memberdayakan.
Kita perlu belajar mengendalikan pikiran kita agar selalu selaras dengan ajaran Kristus dan menjauhi pikiran yang menyesatkan.
Mengelola Stres dan Kekhawatiran: 1 Petrus 5:7 (TB) mengajarkan, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
Mengapa kita kuatir? Karena kita tidak punya kuasa akan sesuatu atau seseorang. Ibu yang kuatir akan sekolah anaknya bisa jadi karena ibu tersebut tidak tahu apa yang perlu dilakukan. Seorang bapak yang kuatir akan kesehatan dirinya bisa jadi sadar akan kecanduannya merokok namun tidak bisa menghentikannya.
Kuatir adalah bibit untuk ketakutan, stress dan kecemasan. Kemampuan kita berserah kepada Tuhan bukan saja dalam doa namun juga kemampuan kita melepaskan tangan kita dari semua kuatir yang kita ciptakan.
We must learn to live in the present with God, and to re-create our minds through prayer, study, and spiritual discipline.
Richard J. Foster
Your Emotion & Feeling
Ibaratnya sebuah kado, emosi adalah isi kado dan perasaan adalah tampak luar suatu kado. Alkitab memberikan banyak ayat tentang emosi kita. Emosi yang sehat memberikan kualitas kehidupan yang layak. Namun, ada begitu banyak orang yang salah paham tentang emosi sehingga menyesatkan hidup mereka. Setiap kita perlu bertanggung jawab penuh akan emosi kita yang hadir dalam bentuk perasaan.
Beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang emosi:
- Emosi Hanyalah Informasi: Contohnya, jika anak kita melakukan sesuatu yang tidak baik (misalnya mengambil uang orangtuanya), maka tentu saja kita akan marah. Emosi marah itu adalah pesan bahwa ada sesuatu yang dilanggar, sebuah prinsip atau ketentuan yang sudah dibuat. Namun, emosi marah tidak pernah memberikan perintah untuk kita memaki-maki, mengutuk, atau menggunakan kekerasan. Setiap emosi hadir untuk memberikan kita pesan akan suatu kebutuhan dan batasan.
- Emosi perlu diakui dan diterima: Ada banyak pengajaran yang mengatakan bahwa emosi itu seperti energi yang, jika tidak disalurkan (diekspresikan), akan meledak. Namun, berpegang terlalu erat pada prinsip ini dapat membuat kita terlalu emosional dan bereaksi secara berlebihan. Sebaliknya, emosi perlu diakui (confessed) dan diterima (accepted) dengan baik. Saat kita mampu mengakui dan menerima emosi kita, pilihan kita selanjutnya akan jauh lebih jelas.
- You are more than your emotion: As humans, we are a meaning maker. Kitalah yang menciptakan makna atau arti akan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita. Setiap makna yang kita ciptakan menentukan kualitas hidup kita. Makna menentukan emosi yang akan muncul. Emosi kita tidak pernah menentukan siapa kita. Ambil kendali pikiranmu maka engkau akan mengendalikan emosimu, karena kamu lebih dari sekedar emosimu.
Taking responsibility for your emotions means owning up to the fact that they are the result of your own thinking and perceptions.
Emosi kita adalah tanggung jawab kita.
Coba kita perhatikan ayat ini :
Amsal 15:13 (TB): "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat."
Faktor eksternal (orang lain dan lingkungan) tidak bertanggung jawab atas kebahagiaanmu. Your happiness is your responsibility. Kebahagiaan sejati berasal dari dalam diri kita dan bukan dari hal-hal di luar. Meskipun orang lain dan lingkungan dapat mempengaruhi suasana hati, kebahagiaan sejati adalah hasil dari bagaimana kita memilih untuk merespon situasi dan peristiwa dalam hidup kita. Dengan kata lain, kebahagiaan kita adalah tanggung jawab kita sendiri.
Your words
Perkataan kita adalah hasil dari bagaimana kita memaknai segala sesuatu. Bagaimana kita menggunakan kata-kata kita menentukan kualitas kehidupan kita. Amsal 18:21 (TB) mengatakan, “Hidup dan mati dikuasai lidah, siapa suka menggemakannya, akan memakan buahnya.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa kata-kata memiliki kekuatan besar, dan penggunaannya dapat membawa kehidupan atau kematian, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual.
Dalam setiap konflik yang terjadi, kata-kata kita memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan apakah konflik itu akan selesai atau berlanjut. Perkataan yang bijaksana dan penuh kasih dapat meredakan ketegangan dan mempromosikan penyelesaian damai, sedangkan kata-kata yang kasar dan menyakitkan dapat memperburuk situasi dan memperpanjang perselisihan. Amsal 15:1 (TB) mengatakan, “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”
Dalam konflik dengan diri kita sendiri, kata-kata yang kita keluarkan dan didengar oleh telinga kita juga sangat mempengaruhi kehidupan kita. Saat kita merasa bingung dan terus-menerus mengatakan, “Saya bingung, saya tidak tahu harus melakukan apa, ini membuat saya pusing,” pikiran dan perasaan kita akan semakin kacau. Kata-kata negatif yang tidak memberdayakan jika diulang-ulang terus menerus akan:
- Memperkuat pikiran dan emosi yang negatif
- Menyebabkan ketidakpastian
- Membuat kita kehilangan kendali
- Mengarahkan kita pada kebingungan dan kehilangan arah
Perkataan kita bisa membangun atau menghancurkan. Pilihlah kata-kata yang membangun untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Words are free. It’s how you use them that may cost you
Your doings
Setiap perbuatan atau respons yang kita buat adalah hasil dari keputusan kita. Jika kita memilih untuk tidak melakukan apa-apa, itu juga merupakan hasil dari keputusan kita. Setiap respons adalah hasil dari bagaimana kita mempertimbangkan segala sesuatu di dalam hati kita.
Setiap respon atau perbuatan kita, baik benar maupun salah, mencerminkan nilai dan prioritas kehidupan kita. Semua itu akan menjadi cerita dalam kehidupan kita. The decisions you make today will determine the stories you tell tomorrow. – Craig Groeschel
Kitalah yang bertanggung jawab (responsible for) atas semua perbuatan kita.
Roma 2:6-8 (TB): "Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik mencari kemuliaan, kehormatan, dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri dan yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman."
Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap tindakan dan keputusan yang kita buat akan memiliki konsekuensi. Tindakan yang baik, yang dilakukan dengan tekun dan tulus, akan membawa kepada kemuliaan dan hidup kekal. Sebaliknya, tindakan yang didorong oleh kepentingan untuk memuaskan hasrat sementara dan ketidaktaatan akan membawa murka dan hukuman.
Dengan demikian, kita perlu selalu mempertimbangkan dampak dari setiap keputusan dan tindakan kita. Bertanggung jawab atas perbuatan kita berarti bertindak dengan integritas, tekun berbuat baik, dan menghindari tindakan yang didorong oleh kepentingan diri sendiri dan ketidaktaatan.
You are free to choose, but you are not free from the consequences of your choices
Hakim-Hakim 16:4-5 (TB):
Simson perlu mengambil sekitar 20.000 hingga 30.000 langkah kaki untuk mencapai kampung Delila di lembah Sorek. Perjalanan ini bukan hanya sekadar langkah fisik, tetapi keputusan Simson menuju nasib tragis dalam hidupnya. Kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya memeriksa setiap keputusan kita dengan baik. Setiap masalah dalam hidup kita sering kali dimulai dari keputusan kita untuk melangkah dalam hal-hal kecil yang merusak. Simsonlah yang bertanggung jawab atas setiap keputusannya.
Dalam 2 Samuel 11, Daud melihat Batsyeba, istri Uria, sedang mandi. Sampai titik ini, Daud tidak bersalah karena tidak sengaja melihatnya. Digoda bukanlah dosa, tetapi saat dia memutuskan untuk memuaskan nafsu seksualnya yang tidak kudus dengan mengambil Batsyeba dan kemudian menutup dosanya dengan pembunuhan berencana atas Uria, suami Batsyeba, Daud berdosa. Daud berdosa karena masuk dalam godaan itu dengan keputusannya sendiri.
Godaan adalah ujian, tetapi keputusan untuk menyerah atau menolak itulah yang menentukan nasib kita.
Poin-Poin Utama
- Kedewasaan:
- Kedewasaan adalah kemampuan untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan dan konsekuensinya, bukan sekadar terkait usia atau status sosial.
- Kedewasaan terlihat dari cara seseorang memberikan respon dan menangani situasi, menunjukkan kebijaksanaan dan kedalaman karakter.
- Bertanggung Jawab: Apa Itu?:
- Tanggung jawab berarti mempertanggungjawabkan apa yang kita katakan dan lakukan, baik benar atau salah.
- Kemampuan bertanggung jawab adalah proses seumur hidup yang memerlukan pembelajaran dan pengendalian pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatan.
- Bertanggung Jawab: “Responsible for” dan “Responsible to”:
- Responsible for adalah tanggung jawab atas diri kita dan responsible to adalah tanggung jawab kepada orang lain.
- Memahami perbedaan keduannya (responsible for dan to) akan memberikan dampak kehidupan yang jauh lebih baik.
- Makna Tanggung Jawab Sejati:
- Orang yang bertanggung jawab penuh memiliki (intention) tujuan yang jelas dan perhatian (attention) penuh, memberdayakan diri dalam setiap tindakan.
- Lakukan tanggung jawab bukan hanya menyelesaikan tugas tetapi melakukannya dengan kesadaran penuh akan makna dan dampaknya.
- Roh, Jiwa, dan Tubuh:
- Pentingnya menjaga roh, jiwa, dan tubuh sebagai kesatuan yang saling terkait dan mempengaruhi.
- Perubahan pada salah satu bagian akan berdampak pada yang lain, oleh karena itu kita harus menjaga ketiganya secara seimbang.
- Emosi dan Perasaan:
- Emosi perlu diakui dan diterima dengan baik, serta diolah dengan bijak untuk menjaga kualitas hidup yang sehat.
- Emosi hanyalah informasi yang memberikan pesan tentang kebutuhan dan batasan kita. Emosi tidak pernah memberikan perintah.
- Pikiran:
- Memperhatikan dan memeriksa apa yang kita baca, lihat, dan dengar akan mempengaruhi apa yang masuk ke dalam pikiran kita.
- Manusia adalah pembuat makna (meaning maker) yang menciptakan makna dan arti dari apa yang diterimanya. Kitalah yang bertanggung jawab (responsible for) atas segala makna dan arti yang kita ciptakan.
- Perkataan:
- Perkataan kita memiliki kekuatan besar untuk membangun atau menghancurkan, baik dalam konflik dengan orang lain maupun diri sendiri.
- Pilihlah kata-kata yang membangun untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
- Perbuatan :
- Tindakan kita, besar atau kecil, selalu membawa konsekuensi. Bertanggung jawab berarti menyadari bahwa setiap keputusan mencerminkan nilai dan prioritas kita, dan kita harus siap menerima dampak positif atau negatif dari keputusan tersebut.
- Selalu ada jarak antara makna dan perbuatan. Bangunlah kepekaan agar setiap perbuatan kita tidak membuat hidup menderita dan menjauh dari kasih karunia Allah.